Jumat, 01 Januari 2016

SEKTE-KU SESAT

©2015 Nadia Idzni



Namaku Samantha, aku hidup di keluarga dengan tradisi dan adat yang agak berbeda dari orang-orang di sekitarku. Kata ayahku kami adalah manusia suci dan berhubungan dekat dengan mahkluk ghaib, kami melakukan ritual setiap malam rabu jam 11 malam. Kebiasaan yang aku lakukan berdasarkan yang orang tua ku ajarkan seperti, memakan bunga mawar putih setelah melakukan ritual, meminum air melati setiap pagi, mengumpulkan pecahan kaca, dan masih banyak kebiasaan yang mungkin dirasa kalian cukup aneh. Dan kami menggantung banyak DC atau Doom Catcher di seluruh ruangan, itu berguna untuk mengusir iblis.

Pagi itu, temanku, Vira datang menjemputku seperti biasa. Tanpa kusadari saat dia ingin menghampiri ku, dia menabrak sesaji yang ada di dekat pintu rumahku. Dia sangat terkejut dan ketakutan, “Sam, maaf aku ga sengaja, tolong maafin aku…” Vira tergagap saat menata kembali sesaji yang berisi bunga mawar merah,melati dan pecahan kaca.  “Vir, tenanglah ga apa kok, ayahku ga akan marah kalau kamu nabrak sesaji itu, lagipula kamu ga sengaja kok” aku mendekati Vira mencoba menenangkannya. “udah,Vir.. sekarang kita berangkat sekolah ya, ntar keburu telat lho” aku menggenggam tangannya yang dingin gemetaran, ya ampun kenapa dia sampai se takut itu. Sebenarnya tidak masalah dengan sesaji itu, sesaji itu hanya berfungsi sebagai wewangian, dan pecahan kaca itu hasil dari pencarianku mencari pecahan kaca untuk bahan ritual, jadi jika ada seseorang menabrak sesaji itu tanpa atau dengan disengaja tidak akan jadi masalah. Tapi aku tidak pernah melihat Vira setakut itu, ada apa dengannya?

Selama seharian di sekolah Vira masih saja memasang wajah ketakutan itu, bahkan saat istirahat pertama wajahnya pusat pasi, aku mengajaknya ke UKS tapi dia menolak, dia memilih untuk duduk diam di kursi nya sampai pulang sekolah. Saat pulang, aku tidak tega membiarkannya pulang sendirian, aku temani dia walau arah rumahnya berlawanan dengan rumah ku. Selama di perjalanan, Vira menatapku aneh dan aku merasa tidak nyaman ditatap seperti itu, “Vir kenapa, ada yang salah denganku?” aku memandang wajahnya yang sangat pucat, seperti baru lihat setan saja. “Sam, bilangin ke Dia untuk berhenti menganggu ku” dia menjawab sambil gemetaran dan dia langsung lari meninggalkanku “Vir! Vira, kamu mau kemana? Hei, Vira!” aku ingin mengejarnya tapi entah mengapa aku capek sekali, mungkin Vira langsung ke rumahnya kan. Aku berbalik dan pulang.

Malam ini malam Rabu kebetulan bulan purnama, jadi ayahku mengajakku ritual di halaman belakang dengan penerangan lilin, walau di halaman belakang juga ada banyak lampu. Ayah ku menggantungkan DC di pohon besar di dekat aku berdiri, dia menyuruhku duduk dan menyuruhku memakan daging kelinci mentah dan meminum darahnya. Kelinci ini tidak sembarangan, ayahku membeli atau mencari kelinci putih telinga hitam dan cokelat berekor hitam. Rasa darahnya agak lain, tidak seperti biasanya tapi aku diam saja, aku takut ayahku akan melakukan sesuatu yang aneh. Setelah ritual aku ingat dengan perkataan Vira tentang Dia yang berhenti mengganggunya, dan aku masih tidak mau membicarakan hal ini kepada ayah. Malamnya aku bermimpi seram, aku melihat Vira ada di tempat ritual ku dengan keadaan berlumuran darah, disampingnya ada sesosok wanita menatapku dengan tatapan dingin sambil membawa pisau di tangan nya dan tatapannya membuatku terbangun dengan keringat membanjiri tubuhku.

Ayahku mendapat telepon dari keluarga Vira kalau dia sakit dan tidak bisa mengikuti pelajaran, pada akhirnya aku berangkat sendirian ke sekolah. Pulangnya, aku memutuskan untuk menjenguk Vira, aku menuju kamarnya dan aku melihat kamarnya berantakan sekali, aku lihat Vira sedang duduk di pojokan sambil menatapku dengan raut wajah ketakutan, “Vira? Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa ibumu sudah membawa mu ke dokter?” aku mendekatinya dan ingin memeluknya, tapi dia menghindar sambil bergumam dengan kalimat yang aku tidak mengerti, saat aku memegang tangannya dia terkejut dan segera melepaskan tangannya dari ku dan berteriak dengan bahasa yang tidak aku mengerti, “Ga weg van degenen die dit, de duivel te geloven!” setelah itu dia pingsan dan aku hanya berdiri terdiam melihat semua yang telah terjadi, aku keluar kamar Vira dan melihat ibu Vira sedang ada di dapur, dia melihat ku keluar dari kamar Vira dan menghampiriku. “Ibu sempat mendengar Vira berteriak, ada apa Samantha?” aku terdiam cukup lama, aku sangat takut untuk menceritakan hal ini tapi pada akhirnya aku memulai membuka mulut “Apa Vira sudah dibawa ke dokter?” aku mengabaikan pertanyaan ibu Vira tadi. Ibu Vira menyuruhku duduk dan wajahnya sangat cemas, aku takut dia juga sudah melihat keadaan anaknya seperti apa yang kulihat tadi, “kemarin saat pulang sekolah, ibu melihat wajah Vira pucat sekali. Ibu tanyakan kenapa tetapi dia hanya diam dan dia pergi ke kamarnya, mengunci diri sampai sore. Dia menolak makan dan malamnya Ibu panggil teman ibu yang mana dia seorang dokter, dia memeriksa keadaan Vira dan dia bilang tidak menemukan penyakit apapun yang diderita Vira, tapi dia bilang pada Ibu untuk menyuruh Vira istirahat cukup. Saat tengah malam, ibu mendengar suara Vira berteriak, ibu bangun dan menuju kamarnya yang mana pintu nya terbuka setengah kemudian ibu melihat ke dalam dan menemukan Vira berdiri dan berteriak di depan cermin dan saat ibu memanggilnya Vira berteriak pada ibu dengan bahasa yang ibu tidak mengerti, yang ibu tahu Vira tidak pernah belajar bahasa asing selain inggris ” mendengar apa yang ibu Vira ceritakan, aku semakin merinding, aku berpamitan dengan ibu Vira dan pulang.

Malamnya, ayahku menanyakan kabar Vira. Aku agak ragu saat menceritakan semuanya, saat dia khir cerita aku memberanikan bertanya kepada ayahku tentang kejadian Vira menabrak sesaji waktu itu dan apa ada hubungannya dengan kondisi Vira sekarang. Ayahku sangat terkejut mengenai kejadian Vira yang menabrak sesaji, “Samantha, sesaji itu belum dibersihkan” kata ayahku. “apa? Maksud ayah apa yang belum dibersihkan? Biasanya sesaji itu tidak berpengaruh kan?” aku hampir tercekat saat ayah mengatakan belum dibersihkan. “Sam, sesaji itu bekas pengorbanan, dan darah dari korban itu belum ayah bersihkan karena masih dipakai, ayah lupa memberitahu mu lebih awal karena ayah sangat sibuk mengurus korban ritual” ayah terlihat menyesal karena kelalaiannya, aku terdiam dan berpikir, pasti arwah dari korban ritual itulah yang merasuki tubuh Vira, “ayah, apa korban ayah berbicara bahasa asing?” aku meyakinkan bukti-bukti yang telah kulihat, “ya, dia sejak kecil menggunakan bahasa Belanda dan inggris”. “Ayah! Kita harus cepat menolong Vira, arwah dari korban ritual ayah pasti telah merasuki tubuh Vira. Apa kita harus melakukan pengusiran setan?”. “Tidak Sam ini berbeda, ini arwah korban ritual. Ayah akan pakai cara lain, ini cukup berbahaya dan dapat melukai Vira, kamu harus tanyakan kepada ibu nya dan Vira terlebih dahulu sebelum kita melakukan ritual itu” kemudian ayahku menyuruhku pergi ke kamar untuk tidur.

Setelah pulang sekolah, aku pergi ke rumah Vira untuk meminta izin. Saat aku ingin membuka gerbang rumahnya, aku melihat ibu Vira sedang duduk dan berbincang dengan putrinya, ah apa Vira sudah sadar? Batinku. Aku segera menghampiri Vira, dan dia agak aneh saat melihatku tapi ibunya menyuruhku duduk. Aku jelaskan semua yang telah terjadi pada Vira terutama tentang Dia yang selalu Vira katakan, dan aku meminta maaf sebelum meminta izin untuk mengusir arwah jahat yang bersemayam di tubuh Vira. Ibu Vira agak ragu untuk menyetujui hal itu, tapi aku yakinkan bahwa Vira akan baik-baik saja, pada akhirnya ibu Vira setuju dan Vira langsung setuju saat aku mengajukan tentang pengusiran arwah ini, dia bilang padaku bahwa arwah ini sangat mengganggu dan menyakiti tubuhnya. Aku berkata pada mereka bahwa aku dan ayahku akan melakukan ritual pada hari Rabu, karena itu waktu kami melakukan segala ritual.

Hari yang di nanti tiba, aku dan ayahku datang ke rumah Vira pada waktu senja, karena waktu yang dibutuhkan cukup lama sampai jam 11 nanti, ayahku bilang kami harus menyelesaikan ritual sebelum jam 11 jika tidak nyawa Vira tidak tertolong. Ayah ku melakukan ritual di kamar Vira, sambil menyiapkan ritual nya aku mendekati Vira dan mencoba menghiburnya “Vira, kamu akan baik-baik saja, percaya padaku oke?” Vira menatapku dan tersenyum “makasih Sam, kamu sahabatku yang baik. Kamu tidak seperti teman-teman yang selalu menghina kepercayaan kamu, kita memang beda kepercayaan tapi aku tetap menghormatimu, Sam” aku terkesan dia ternyata menghormati apa yang aku anut selama ini, walau kelihatannya aku ini menganut Sekte yang sangat sesat, kulihat Vira selalu berdoa kepada Tuhannya sementara doaku sangat jauh dari kata Tuhan. Di sekolah aku memang selalu dihina karena Sekte ku, dan aku selalu melihat Vira dihasut oleh teman-temannya agar menjauhi ku, tetapi dia tetap saja tidak memperdulikan hal itu, malahan dia sering bertanya tentang apa saja benda-benda yang ada dirumahku.

Tak terasa sudah 2 jam aku terdiam di sebelah Vira sampai aku tidak mendengar ayahku memanggilku, “Samantha! Kau akan mengurangi waktu ritual kita jika kau terus berdiam diri disitu” ayah terus memanggil ku dan aku terkejut saat dia membunyikan lonceng kecil yang pertanda ritual akan dimulai, “ayah kenapa tidak memanggilku tadi” ayah hanya menatapku kesal, aku tersenyum pada nya sebagai permintaan maaf dan aku segera ke tempatku, aku mengambil darah dari burung gagak yang baru saja dibunuh ayah, dan aku mencipratkan kea rah Vira dengan jari-jari ku. Darah yang masih ada di jari-jariku ini aku buat tanda di lantai, tanda sekte ku dalam mode pertahanan. Ayahku memulai membaca mantra, saat mantra pertama hampir selesai, aku mendengar geraman dari mulut Vira, itu pasti arwahnya. Mata Vira menjadi putih dan wajahnya sangat menakutkan, ayah memberi ku perintah untuk melanjutkan ritual. Aku mengambil bunga-bunga yang sudah diberi pecahan kaca dan darah burung gagak tadi, aku berikan pada ayahku dan dia memantrainya. Dia melemparkan semua itu ke Vira, dan Vira mulai mengguman seperti saat aku bertemu dengannya waktu itu, berbicara dengan bahasa Belanda dan berteriak. Sebenarnya peranku di ritual ini tidak banyak, karena aku hanya membantu ayahku seperti melakukan hal-hal yang kecil seperti baru kulakukan tadi, karena aku masih belum kuat secara fisik dan kejiwaan untuk melakukan ritual dan aku tidak keberatan dengan hal itu. Aku pecah dari lamunanku karena mendengar ayah memanggil namaku dan aku melihat dia sudah tergeletak di dekat Vira. “Ayah!! Ayah kenapa? Apa yang terjadi? Maaf aku melamun lagi…” aku mengangkatnya sambil melihat keadaan Vira yang semakin memburuk, sekarang wajahnya penuh luka.

“Samantha… ayah tidak dapat menangangi masalah ini, dia teman mu dan ayah tidak mengerti keinginannya” aku melangkah perlahan menuju Vira dan mencoba menyentuhnya, walau geraman yang kudapat saat aku mendekatinya. Sangat sulit mendekatinya, dia terus saja mengancamku dengan geraman dan bahasa belanda yang kupikir itu berisi hinaan untukku. Setan,arwah,maupun iblis saat di usir mereka selalu menghina kepada yang akan mengusir mereka karena itu bertujuan agar kita terpancing kata-katanya dan itu yang membuat mereka semakin kuat dengan raga korban dan sulit untuk diusir. Aku mengambil buku mantra yang ayah jatuhkan di dekat Vira tadi, dan aku mulai membaca mantra lanjutannya. Vira berteriak padaku terus, dan aku terkejut saat dia berbalik menghadap ke tembok dan mencakar tembok itu dengan kukunya, tanpa sengaja aku menjatuhkan buku mantra dan aku ingin berbalik ke tempat ayah, tapi saat aku ingin berbalik ayahku melarangku, “Samantha, jangan mundur! Kamu hampir selesai, tetap baca mantra itu. Arwah itu sudah mulai goyah dan kita bisa menakluknya dengan cepat, hati-hati lah,Samantha ” mendengar perkataan ayahku, aku langsung mengambil buku mantra dan melanjutkan membaca.

Sudah cukup lama ku membaca mantra, dan aku tanpa sengaja melirik jam yang ada dinding, sudah jam setengah 11, Apa?? Tinggal setengah jam lagi, dan aku terus membaca sampai tidak sadar sudah di mantra terakhir. Aku mendengar teriakan keras dari Vira dan setelah itu dia pingsan, arwah itu sudah keluar. Aku menghampiri ayah dan memberikan buku mantra padanya, “Sam, kita belum selesai. Kita harus bawa dia ke tempat ritual kita” aku meminta izin pada ibu Vira yang sejak tadi menunggu diluar karena terlalu takut melihat untuk membawa Vira ke tempat ritualku, dia mengijinkan dan kami langsung ke tempat ritual. Saat ayah mengurus Vira, aku menyiapkan ritual kedua kami. Ayah memulai ritual dan mengeluarkan foto arwah yang mengganggu Vira, foto itu dibakar di atas lilin yang di beri darah gagak. Aku melihat Vira kejang-kejang dan setelah itu dia diam. “ayah, apa yan terjadi padanya? Bukankah arwah itu sudah keluar dari tubuhnya?” aku mendekati ayahku dan memeluknya karena takut. “Samantha, arwah itu memang sudah keluar, tetapi kita terlambat. Lihatlah.. ” ayah memperlihatkan jam tangannya, pukul 11 lewat 15 menit. Aku tidak bisa menyelamatkan Vira, aku menangis sambil memeluknya, tidak ada manusia sebaik dia, dia tidak masalah dengan apa yang kuanut dan dia tidak merasa terganggu dengan barang-barang aneh dirumahku saat dia berkunjung, dia sering diam-diam mengikuti sekte ku seperti memakan bunga, aku pernah menangkap basah dia sedang makan bunga mawar dan aku berkata padanya untuk tidak melakukan hal itu, karena aku tidak mau dia jadi ikut-ikutan. Aku merasa sesat berada di Sekte ini, tetapi itu Sekte orang tua ku dan aku harus mengikuti nya.

Pagi itu kami mngunjungi makan Vira, ibu Vira menangis sambil memeluk batu nisannya. Makam Vira disebelahkan dengan makam ayahnya. Ibu Vira tidak menuntut kami karena kami sudah berusaha menyelamatkan nyawanya. Dalam beberapa hari kami sering mengunjungi rumah Vira untuk menemani Ibu Vira, kadang aku menginap dirumahnya saat Ibu Vira ingin aku menemaninya. Beberapa bulan kemudian, aku mendapat kabar bahwa Ibu Vira meninggal karena sakit parah. Aku dan ayah mengunjungi makamnya dan tak lupa aku memberi bunga pada sahabatku dan ayahnya. Kami terdiam untuk beberapa saat, kemudian aku mulai berbicara “ayah, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” ayahku berpikir sejenak dan kemudian tersenyum, “seperti biasa, kemas barang-barangmu dan kita pindah, Sam. Para korban menunggu untuk kita” ayah tertawa keras dan aku juga ikut tertawa.

Yah… Sekte kami memang sesat, jauh dari kata Tuhan. Dan itulah yang kami banggakan
Kami Sekte Misplaatst, memuja iblis sesat.
Aku Samantha, penerus Sekte sesat kami dan mengorbankan lebih banyak jiwa.


-END-