©2015 Nadia Idzni
Namaku Samantha,
aku hidup di keluarga dengan tradisi dan adat yang agak berbeda dari
orang-orang di sekitarku. Kata ayahku kami adalah manusia suci dan berhubungan
dekat dengan mahkluk ghaib, kami melakukan ritual setiap malam rabu jam 11
malam. Kebiasaan yang aku lakukan berdasarkan yang orang tua ku ajarkan
seperti, memakan bunga mawar putih setelah melakukan ritual, meminum air melati
setiap pagi, mengumpulkan pecahan kaca, dan masih banyak kebiasaan yang mungkin
dirasa kalian cukup aneh. Dan kami menggantung banyak DC atau Doom Catcher di
seluruh ruangan, itu berguna untuk mengusir iblis.
Pagi itu, temanku, Vira datang menjemputku seperti biasa.
Tanpa kusadari saat dia ingin menghampiri ku, dia menabrak sesaji yang ada di
dekat pintu rumahku. Dia sangat terkejut dan ketakutan, “Sam, maaf aku ga
sengaja, tolong maafin aku…” Vira tergagap saat menata kembali sesaji yang
berisi bunga mawar merah,melati dan pecahan kaca. “Vir, tenanglah ga apa kok, ayahku ga akan
marah kalau kamu nabrak sesaji itu, lagipula kamu ga sengaja kok” aku mendekati
Vira mencoba menenangkannya. “udah,Vir.. sekarang kita berangkat sekolah ya,
ntar keburu telat lho” aku menggenggam tangannya yang dingin gemetaran, ya
ampun kenapa dia sampai se takut itu. Sebenarnya tidak masalah dengan sesaji
itu, sesaji itu hanya berfungsi sebagai wewangian, dan pecahan kaca itu hasil
dari pencarianku mencari pecahan kaca untuk bahan ritual, jadi jika ada
seseorang menabrak sesaji itu tanpa atau dengan disengaja tidak akan jadi
masalah. Tapi aku tidak pernah melihat Vira setakut itu, ada apa dengannya?
Selama seharian di sekolah Vira masih saja memasang wajah
ketakutan itu, bahkan saat istirahat pertama wajahnya pusat pasi, aku
mengajaknya ke UKS tapi dia menolak, dia memilih untuk duduk diam di kursi nya
sampai pulang sekolah. Saat pulang, aku tidak tega membiarkannya pulang
sendirian, aku temani dia walau arah rumahnya berlawanan dengan rumah ku.
Selama di perjalanan, Vira menatapku aneh dan aku merasa tidak nyaman ditatap
seperti itu, “Vir kenapa, ada yang salah denganku?” aku memandang wajahnya yang
sangat pucat, seperti baru lihat setan saja. “Sam, bilangin ke Dia untuk
berhenti menganggu ku” dia menjawab sambil gemetaran dan dia langsung lari
meninggalkanku “Vir! Vira, kamu mau kemana? Hei, Vira!” aku ingin mengejarnya
tapi entah mengapa aku capek sekali, mungkin Vira langsung ke rumahnya kan. Aku
berbalik dan pulang.
Malam ini malam Rabu kebetulan bulan purnama, jadi ayahku
mengajakku ritual di halaman belakang dengan penerangan lilin, walau di halaman
belakang juga ada banyak lampu. Ayah ku menggantungkan DC di pohon besar di
dekat aku berdiri, dia menyuruhku duduk dan menyuruhku memakan daging kelinci
mentah dan meminum darahnya. Kelinci ini tidak sembarangan, ayahku membeli atau
mencari kelinci putih telinga hitam dan cokelat berekor hitam. Rasa darahnya
agak lain, tidak seperti biasanya tapi aku diam saja, aku takut ayahku akan
melakukan sesuatu yang aneh. Setelah ritual aku ingat dengan perkataan Vira
tentang Dia yang berhenti mengganggunya, dan aku masih tidak mau membicarakan
hal ini kepada ayah. Malamnya aku bermimpi seram, aku melihat Vira ada di
tempat ritual ku dengan keadaan berlumuran darah, disampingnya ada sesosok
wanita menatapku dengan tatapan dingin sambil membawa pisau di tangan nya dan
tatapannya membuatku terbangun dengan keringat membanjiri tubuhku.
Ayahku mendapat telepon dari keluarga Vira kalau dia sakit
dan tidak bisa mengikuti pelajaran, pada akhirnya aku berangkat sendirian ke
sekolah. Pulangnya, aku memutuskan untuk menjenguk Vira, aku menuju kamarnya
dan aku melihat kamarnya berantakan sekali, aku lihat Vira sedang duduk di
pojokan sambil menatapku dengan raut wajah ketakutan, “Vira? Kamu kenapa?
Wajahmu pucat sekali, apa ibumu sudah membawa mu ke dokter?” aku mendekatinya
dan ingin memeluknya, tapi dia menghindar sambil bergumam dengan kalimat yang
aku tidak mengerti, saat aku memegang tangannya dia terkejut dan segera
melepaskan tangannya dari ku dan berteriak dengan bahasa yang tidak aku
mengerti, “Ga weg van degenen die dit, de duivel te geloven!” setelah itu dia
pingsan dan aku hanya berdiri terdiam melihat semua yang telah terjadi, aku
keluar kamar Vira dan melihat ibu Vira sedang ada di dapur, dia melihat ku
keluar dari kamar Vira dan menghampiriku. “Ibu sempat mendengar Vira berteriak,
ada apa Samantha?” aku terdiam cukup lama, aku sangat takut untuk menceritakan
hal ini tapi pada akhirnya aku memulai membuka mulut “Apa Vira sudah dibawa ke
dokter?” aku mengabaikan pertanyaan ibu Vira tadi. Ibu Vira menyuruhku duduk
dan wajahnya sangat cemas, aku takut dia juga sudah melihat keadaan anaknya
seperti apa yang kulihat tadi, “kemarin saat pulang sekolah, ibu melihat wajah
Vira pucat sekali. Ibu tanyakan kenapa tetapi dia hanya diam dan dia pergi ke
kamarnya, mengunci diri sampai sore. Dia menolak makan dan malamnya Ibu panggil
teman ibu yang mana dia seorang dokter, dia memeriksa keadaan Vira dan dia
bilang tidak menemukan penyakit apapun yang diderita Vira, tapi dia bilang pada
Ibu untuk menyuruh Vira istirahat cukup. Saat tengah malam, ibu mendengar suara
Vira berteriak, ibu bangun dan menuju kamarnya yang mana pintu nya terbuka
setengah kemudian ibu melihat ke dalam dan menemukan Vira berdiri dan berteriak
di depan cermin dan saat ibu memanggilnya Vira berteriak pada ibu dengan bahasa
yang ibu tidak mengerti, yang ibu tahu Vira tidak pernah belajar bahasa asing
selain inggris ” mendengar apa yang ibu Vira ceritakan, aku semakin merinding,
aku berpamitan dengan ibu Vira dan pulang.
Malamnya, ayahku menanyakan kabar Vira. Aku agak ragu saat
menceritakan semuanya, saat dia khir cerita aku memberanikan bertanya kepada
ayahku tentang kejadian Vira menabrak sesaji waktu itu dan apa ada hubungannya
dengan kondisi Vira sekarang. Ayahku sangat terkejut mengenai kejadian Vira
yang menabrak sesaji, “Samantha, sesaji itu belum dibersihkan” kata ayahku.
“apa? Maksud ayah apa yang belum dibersihkan? Biasanya sesaji itu tidak
berpengaruh kan?” aku hampir tercekat saat ayah mengatakan belum dibersihkan.
“Sam, sesaji itu bekas pengorbanan, dan darah dari korban itu belum ayah
bersihkan karena masih dipakai, ayah lupa memberitahu mu lebih awal karena ayah
sangat sibuk mengurus korban ritual” ayah terlihat menyesal karena
kelalaiannya, aku terdiam dan berpikir, pasti arwah dari korban ritual itulah
yang merasuki tubuh Vira, “ayah, apa korban ayah berbicara bahasa asing?” aku
meyakinkan bukti-bukti yang telah kulihat, “ya, dia sejak kecil menggunakan
bahasa Belanda dan inggris”. “Ayah! Kita harus cepat menolong Vira, arwah dari
korban ritual ayah pasti telah merasuki tubuh Vira. Apa kita harus melakukan
pengusiran setan?”. “Tidak Sam ini berbeda, ini arwah korban ritual. Ayah akan
pakai cara lain, ini cukup berbahaya dan dapat melukai Vira, kamu harus
tanyakan kepada ibu nya dan Vira terlebih dahulu sebelum kita melakukan ritual
itu” kemudian ayahku menyuruhku pergi ke kamar untuk tidur.
Setelah pulang sekolah, aku pergi ke rumah Vira untuk
meminta izin. Saat aku ingin membuka gerbang rumahnya, aku melihat ibu Vira
sedang duduk dan berbincang dengan putrinya, ah apa Vira sudah sadar? Batinku. Aku
segera menghampiri Vira, dan dia agak aneh saat melihatku tapi ibunya
menyuruhku duduk. Aku jelaskan semua yang telah terjadi pada Vira terutama
tentang Dia yang selalu Vira katakan, dan aku meminta maaf sebelum meminta izin
untuk mengusir arwah jahat yang bersemayam di tubuh Vira. Ibu Vira agak ragu
untuk menyetujui hal itu, tapi aku yakinkan bahwa Vira akan baik-baik saja,
pada akhirnya ibu Vira setuju dan Vira langsung setuju saat aku mengajukan
tentang pengusiran arwah ini, dia bilang padaku bahwa arwah ini sangat
mengganggu dan menyakiti tubuhnya. Aku berkata pada mereka bahwa aku dan ayahku
akan melakukan ritual pada hari Rabu, karena itu waktu kami melakukan segala
ritual.
Hari yang di nanti tiba, aku dan ayahku datang ke rumah Vira
pada waktu senja, karena waktu yang dibutuhkan cukup lama sampai jam 11 nanti,
ayahku bilang kami harus menyelesaikan ritual sebelum jam 11 jika tidak nyawa
Vira tidak tertolong. Ayah ku melakukan ritual di kamar Vira, sambil menyiapkan
ritual nya aku mendekati Vira dan mencoba menghiburnya “Vira, kamu akan
baik-baik saja, percaya padaku oke?” Vira menatapku dan tersenyum “makasih Sam,
kamu sahabatku yang baik. Kamu tidak seperti teman-teman yang selalu menghina
kepercayaan kamu, kita memang beda kepercayaan tapi aku tetap menghormatimu,
Sam” aku terkesan dia ternyata menghormati apa yang aku anut selama ini, walau
kelihatannya aku ini menganut Sekte yang sangat sesat, kulihat Vira selalu berdoa
kepada Tuhannya sementara doaku sangat jauh dari kata Tuhan. Di sekolah aku
memang selalu dihina karena Sekte ku, dan aku selalu melihat Vira dihasut oleh
teman-temannya agar menjauhi ku, tetapi dia tetap saja tidak memperdulikan hal
itu, malahan dia sering bertanya tentang apa saja benda-benda yang ada
dirumahku.
Tak terasa sudah 2 jam aku terdiam di sebelah Vira sampai
aku tidak mendengar ayahku memanggilku, “Samantha! Kau akan mengurangi waktu
ritual kita jika kau terus berdiam diri disitu” ayah terus memanggil ku dan aku
terkejut saat dia membunyikan lonceng kecil yang pertanda ritual akan dimulai, “ayah
kenapa tidak memanggilku tadi” ayah hanya menatapku kesal, aku tersenyum pada
nya sebagai permintaan maaf dan aku segera ke tempatku, aku mengambil darah
dari burung gagak yang baru saja dibunuh ayah, dan aku mencipratkan kea rah Vira
dengan jari-jari ku. Darah yang masih ada di jari-jariku ini aku buat tanda di
lantai, tanda sekte ku dalam mode pertahanan. Ayahku memulai membaca mantra,
saat mantra pertama hampir selesai, aku mendengar geraman dari mulut Vira, itu
pasti arwahnya. Mata Vira menjadi putih dan wajahnya sangat menakutkan, ayah
memberi ku perintah untuk melanjutkan ritual. Aku mengambil bunga-bunga yang
sudah diberi pecahan kaca dan darah burung gagak tadi, aku berikan pada ayahku
dan dia memantrainya. Dia melemparkan semua itu ke Vira, dan Vira mulai
mengguman seperti saat aku bertemu dengannya waktu itu, berbicara dengan bahasa
Belanda dan berteriak. Sebenarnya peranku di ritual ini tidak banyak, karena
aku hanya membantu ayahku seperti melakukan hal-hal yang kecil seperti baru
kulakukan tadi, karena aku masih belum kuat secara fisik dan kejiwaan untuk
melakukan ritual dan aku tidak keberatan dengan hal itu. Aku pecah dari
lamunanku karena mendengar ayah memanggil namaku dan aku melihat dia sudah
tergeletak di dekat Vira. “Ayah!! Ayah kenapa? Apa yang terjadi? Maaf aku
melamun lagi…” aku mengangkatnya sambil melihat keadaan Vira yang semakin
memburuk, sekarang wajahnya penuh luka.
“Samantha… ayah tidak dapat menangangi masalah ini, dia
teman mu dan ayah tidak mengerti keinginannya” aku melangkah perlahan menuju
Vira dan mencoba menyentuhnya, walau geraman yang kudapat saat aku mendekatinya.
Sangat sulit mendekatinya, dia terus saja mengancamku dengan geraman dan bahasa
belanda yang kupikir itu berisi hinaan untukku. Setan,arwah,maupun iblis saat
di usir mereka selalu menghina kepada yang akan mengusir mereka karena itu
bertujuan agar kita terpancing kata-katanya dan itu yang membuat mereka semakin
kuat dengan raga korban dan sulit untuk diusir. Aku mengambil buku mantra yang
ayah jatuhkan di dekat Vira tadi, dan aku mulai membaca mantra lanjutannya. Vira
berteriak padaku terus, dan aku terkejut saat dia berbalik menghadap ke tembok
dan mencakar tembok itu dengan kukunya, tanpa sengaja aku menjatuhkan buku
mantra dan aku ingin berbalik ke tempat ayah, tapi saat aku ingin berbalik
ayahku melarangku, “Samantha, jangan mundur! Kamu hampir selesai, tetap baca
mantra itu. Arwah itu sudah mulai goyah dan kita bisa menakluknya dengan cepat,
hati-hati lah,Samantha ” mendengar perkataan ayahku, aku langsung mengambil
buku mantra dan melanjutkan membaca.
Sudah cukup lama ku membaca mantra, dan aku tanpa sengaja
melirik jam yang ada dinding, sudah jam setengah 11, Apa?? Tinggal setengah jam
lagi, dan aku terus membaca sampai tidak sadar sudah di mantra terakhir. Aku mendengar
teriakan keras dari Vira dan setelah itu dia pingsan, arwah itu sudah keluar. Aku
menghampiri ayah dan memberikan buku mantra padanya, “Sam, kita belum selesai. Kita
harus bawa dia ke tempat ritual kita” aku meminta izin pada ibu Vira yang sejak
tadi menunggu diluar karena terlalu takut melihat untuk membawa Vira ke tempat
ritualku, dia mengijinkan dan kami langsung ke tempat ritual. Saat ayah
mengurus Vira, aku menyiapkan ritual kedua kami. Ayah memulai ritual dan
mengeluarkan foto arwah yang mengganggu Vira, foto itu dibakar di atas lilin
yang di beri darah gagak. Aku melihat Vira kejang-kejang dan setelah itu dia
diam. “ayah, apa yan terjadi padanya? Bukankah arwah itu sudah keluar dari
tubuhnya?” aku mendekati ayahku dan memeluknya karena takut. “Samantha, arwah
itu memang sudah keluar, tetapi kita terlambat. Lihatlah.. ” ayah
memperlihatkan jam tangannya, pukul 11 lewat 15 menit. Aku tidak bisa
menyelamatkan Vira, aku menangis sambil memeluknya, tidak ada manusia sebaik
dia, dia tidak masalah dengan apa yang kuanut dan dia tidak merasa terganggu
dengan barang-barang aneh dirumahku saat dia berkunjung, dia sering diam-diam
mengikuti sekte ku seperti memakan bunga, aku pernah menangkap basah dia sedang
makan bunga mawar dan aku berkata padanya untuk tidak melakukan hal itu, karena
aku tidak mau dia jadi ikut-ikutan. Aku merasa sesat berada di Sekte ini,
tetapi itu Sekte orang tua ku dan aku harus mengikuti nya.
Pagi itu kami mngunjungi makan Vira, ibu Vira menangis
sambil memeluk batu nisannya. Makam Vira disebelahkan dengan makam ayahnya. Ibu
Vira tidak menuntut kami karena kami sudah berusaha menyelamatkan nyawanya. Dalam
beberapa hari kami sering mengunjungi rumah Vira untuk menemani Ibu Vira,
kadang aku menginap dirumahnya saat Ibu Vira ingin aku menemaninya. Beberapa bulan
kemudian, aku mendapat kabar bahwa Ibu Vira meninggal karena sakit parah. Aku dan
ayah mengunjungi makamnya dan tak lupa aku memberi bunga pada sahabatku dan
ayahnya. Kami terdiam untuk beberapa saat, kemudian aku mulai berbicara “ayah,
apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” ayahku berpikir sejenak dan kemudian
tersenyum, “seperti biasa, kemas barang-barangmu dan kita pindah, Sam. Para korban
menunggu untuk kita” ayah tertawa keras dan aku juga ikut tertawa.
Yah… Sekte kami memang sesat, jauh dari kata Tuhan. Dan itulah
yang kami banggakan
Kami Sekte Misplaatst, memuja iblis sesat.
Aku Samantha, penerus Sekte sesat kami dan mengorbankan
lebih banyak jiwa.
-END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar