Minggu, 06 November 2016

Lime and Blood part 2

©2015 Nadia Idzni 


Part II
J
am istirahat telah berdering, semua murid berhamburan keluar dan cepat-cepat ingin ke kantin untuk menikmati makanan mereka. Mereka terlihat bersemangat, kecuali aku. Ya, rasa semangat ini pupus sudah saat bertemu Annatashia, aku menyandarkan kepalaku ke tembok. Haah… aku menghela nafas panjang, teman-temanku yang akan keluar untuk kekantin melihat ku sedang lesu, “Castella, apa kau baik-baik saja? Kau mau ikut ke kantin tidak?” Sofia menyadarkan lamunanku, aku kaget dan melihat ke arah Sofia, “mau sih tapi…” aku tidak melanjutkan kalimatku sambil melirik Anna, entah mengapa Anna seperti tahu maksudku, dia bangkit dari kursinya dan pergi keluar kelas. Aku langsung bangkit dan keluar dari tempat dudukku sambil mengikuti teman-temanku ke kantin. “apa kalian tidak merasa aneh dengan Anna?” tanyaku saat kami menikmati makanan kami masing-masing, “aneh? Aneh apanya Castella? Kamunya saja yang belum bisa beradaptasi” jawab Raisa santai. “kalian tidak lihat dia pakai eyepatch?” tanyaku lagi dengan nada gusar. “Castella, kamu perlu tenang, apa kamu belum pernah lihat orang memakai penutup mata?” jawab Taras sambil menegaskan jawaban Raisa. “tapi…” aku tidak menyangka mereka malah membela Anna, mungkin mereka benar, akunya saja yang belum bisa beradaptasi. Pertama aku masih bingung, tetapi aku terima saja sambil melanjutkan makananku.
Saat pelajaran terakhir adalah pelajaran sejarah, biasanya aku semangat dengan pelajaran sejarah. Hanya karena “Annatashia” aku jadi malas untuk berkonsentrasi. Aku melihat apa yang sedang dilakukan Anna, dia sedang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan asal mula manusia purba, aku nyaris hafal semua materi yang telah dipelajari dari SMP dulu. Jadi aku tak merasa khawatir jika tidak mengerti. Saking bosan dan malasnya, tanpa sengaja aku mencolek pundak Anna dengan jari ku, dia menoleh tanpa berkata patah kata pun, hanya memandangku sebentar kemudian kembali memperhatikan guru mengajar. Cih… aku dicuekin, kemudian aku menepuk pundak Anna dengan agak keras, Anna menoleh lagi dan kali ini dia mengatakan sesuatu “ada apa Castella?” dia berkata dengan nada dingin seperti biasa. “kenapa kau cuek sekali denganku sih, kau ini kan teman sebangku seharusnya kita saling berbagi keceriaan seperti teman sebangku yang lain, coba kau lihat Elvira dan Taras” aku menunjukkan kepada Anna tempat duduk pasangan mesra itu, Anna melihat mereka berdua sedang bercanda karena dari tadi mereka tertawa-tawa kecil. Setelah itu Anna kembali memperhatikan apa yang disampaikan guru. Lah… apa dia tidak mengerti maksudku “Anna kenapa kau…” belum selesai aku berkata padanya, dia meletakkan jari telunjuknya di bibir yang menandakan aku tidak boleh mengganggunya lagi. Dengan terpaksa aku memperhatikan guru yang menjelaskan materi terakhir sebelum bel pulang berbunyi.
Saat pulang sekolah, aku tidak mau langsung pulang. Aku melihat Anna sedang menunggu seseorang di gerbang sekolah, aku melihat teman-temanku sedang berbicara dengan Anna sebentar kemudian mereka meninggalkan Anna dengan lambaian senang. Aku duduk di taman dekat gerbang sambil mengamati Anna, tak lama kemudian aku melihat ada gadis yang seumuran dengannya, dia memakai jaket yang tudungnya dia pakai, jadi aku tidak melihat wajahnya dengan jelas dan dia memakai celana pendek. Dia tersenyum sambil menepuk pundak Anna, aku lihat Anna sangat senang dia bahkan tertawa saat gadis itu menceritakan sesuatu, ah ternyata Anna tidak terlalu dingin, batinku. Kemudian Anna dan gadis itu meninggalkan gerbang dan menghilang di balik gang. Aku terkejut saat ada yang menepuk pundakku, ternyata Nikolai… bikin kaget saja, “kenapa kamu belum pulang” Nikolai memandangku, “aku mau pulang nih, kita pulang bareng ya. Lagipula kamu tidak ada kegiatan setelah pulang sekolahkan?” “ah tidak ada kok, a..ayo pulang” aku malah gugup saat berbicara dengan Nikolai.
Tak kusangka sudah hampir satu minggu aku sekolah, aku sudah mempelajari banyak materi yang lumayan susah, itu tandanya aku harus belajar lebih giat. Malam itu sebelum tidur, aku bermain game yang ada di smartphone ku dan di saat ditengah-tengah permainan aku melihat ada yang menelponku, aku keluar dari game dan melihat siapa yang menelponku, aku melihat nomor itu tidak memiliki nama alias aku tidak mengenalnya, mungkin ini nomor salah satu teman ku yang baru. Aku menjawab telepon itu dan aku hanya mendengar orang-orang menangis,berteriak dan meminta bantuan “ha..halo?” aku berusaha membuka percakapan walau agak gugup karena suara-suara itu bersahut-sahutan. “tolong..tolong aku…” suara itu mirip Anna, ah ada apa dengan dia? “Anna? Anna kau kenapa?” aku khawatir akan sesuatu yang sedang terjadi pada Anna. Tiba-tiba telepon itu mati, aku mencoba menelpon ulang tetapi tidak bisa, aku mematikan smartphone ku dan tidur. Malam itu aku malah bermimpi buruk, aku melihat temanku Raisa dan Sofia dan beberapa orang di dalam bus mengetuk-ketuk kaca bus di tengah rel kereta. Aku melihat banyak orang hanya menonton mereka bukannya menolong, aku berlari untuk membuka pintu tetapi gagal, seperti di kunci oleh supir. Maka aku menuju pintu supir, dan aku melihat pak supir yang sudah kaku dengan kepala yang menempel pada setir, aku melihat kepalanya berdarah, aku membuka pintu tetapi sama saja,gagal. Aku mendengar suara kereta yang akan datang dan melintas rel ini, tunggu.. mereka bisa mati jika tidak ada yang menolong, aku berteriak kepada orang-orang yang sejak tadi menonton mereka, aku panik saat kereta sudah beberapa puluh meter dari bus itu, kereta itu melaju sangat cepat. Beberapa detik dan senti sebelum kereta itu menabrak bus, aku melihat ada gadis di dalam itu yang sangat kukenal…Anna? Tetapi dia tidak memakai penutup mata, dan rambutnya di kucir dua. Dalam waktu yang sangat singkat bus itu hancur, dan aku melihat darah di sepanjang rel.
Aku terbangun dari mimpi buruk itu, syukurlah hanya mimpi. Dipikiranku masih terbayang Raisa dan Sofia dan juga gadis yang mirip Anna itu, aku mengusap keringat di dahi ku dan pergi mandi. Saat sampai sekolah aku melihat banyak bunga bertaburan di dekat gerbang, apa ada warga sekolah yang meninggal? Aku mengingat mimpi ku tadi malam, tetapi aku berpikir positif saja, teman-teman ku tidak apa kok aku menenangkan diri sambil berjalan menuju kelas. Sampai di kelas aku melihat banyak meja yang diberi vas bunga. Aku tercekat saat melihat meja Raisa dan Sofia diberi vas bunga, masa sih mereka… “Castella?” aku menoleh dan melihat Elvira dan Taras memandangku dengan wajah sedih, “apa kau belum tahu apa yang terjadi pada mereka berdua?” Tanya Elvira. Aku menggeleng, “mereka..mereka semua mati… kemarin sore saat bus yang mereka tumpangi mogok di tengah rel, supir sudah membuka pintu tertapi macet, penumpang panik Karena suara peringatan kereta akan melintas berbunyi, petugas sudah membantu membukakan pintu tetapi gagal, kereta yang akan melintas sudah diberi tahu ada bus yang mogok di tengah rel, sayangnya kereta itu tak jauh dari lokasi bus itu, jadi tidak bisa dihentikan dan terjadilah kecelakaan tragis, nyaris semua orang di dalam bis meninggal termasuk beberapa teman-teman sekelas kita, Raisa dan Sofia juga tidak selamat” aku mendengar penjelasan dari Elvira dan meneteskan air mata, Elvira memelukku untuk menenangkanku. saat jam pelajaran pertama, kepala sekolah menyuruh semua murid berkumpul di aula untuk mengadakan doa bersama agar arwah mereka semua tenang.
Saat aku berdoa bersama Elvira,Taras dan Nikolai, aku ingat akan Anna
Kemana Anna? Kenapa dia tidak masuk sekolah?
Apa jangan-jangan dia…


~Bersambung…~

“Annatashia, si gadis cuek yang sangat dingin terhadapku. Menyimpan semua misteri termasuk misteri dibalik penutup matanya itu”
                                   
-Castella

Jumat, 01 Januari 2016

SEKTE-KU SESAT

©2015 Nadia Idzni



Namaku Samantha, aku hidup di keluarga dengan tradisi dan adat yang agak berbeda dari orang-orang di sekitarku. Kata ayahku kami adalah manusia suci dan berhubungan dekat dengan mahkluk ghaib, kami melakukan ritual setiap malam rabu jam 11 malam. Kebiasaan yang aku lakukan berdasarkan yang orang tua ku ajarkan seperti, memakan bunga mawar putih setelah melakukan ritual, meminum air melati setiap pagi, mengumpulkan pecahan kaca, dan masih banyak kebiasaan yang mungkin dirasa kalian cukup aneh. Dan kami menggantung banyak DC atau Doom Catcher di seluruh ruangan, itu berguna untuk mengusir iblis.

Pagi itu, temanku, Vira datang menjemputku seperti biasa. Tanpa kusadari saat dia ingin menghampiri ku, dia menabrak sesaji yang ada di dekat pintu rumahku. Dia sangat terkejut dan ketakutan, “Sam, maaf aku ga sengaja, tolong maafin aku…” Vira tergagap saat menata kembali sesaji yang berisi bunga mawar merah,melati dan pecahan kaca.  “Vir, tenanglah ga apa kok, ayahku ga akan marah kalau kamu nabrak sesaji itu, lagipula kamu ga sengaja kok” aku mendekati Vira mencoba menenangkannya. “udah,Vir.. sekarang kita berangkat sekolah ya, ntar keburu telat lho” aku menggenggam tangannya yang dingin gemetaran, ya ampun kenapa dia sampai se takut itu. Sebenarnya tidak masalah dengan sesaji itu, sesaji itu hanya berfungsi sebagai wewangian, dan pecahan kaca itu hasil dari pencarianku mencari pecahan kaca untuk bahan ritual, jadi jika ada seseorang menabrak sesaji itu tanpa atau dengan disengaja tidak akan jadi masalah. Tapi aku tidak pernah melihat Vira setakut itu, ada apa dengannya?

Selama seharian di sekolah Vira masih saja memasang wajah ketakutan itu, bahkan saat istirahat pertama wajahnya pusat pasi, aku mengajaknya ke UKS tapi dia menolak, dia memilih untuk duduk diam di kursi nya sampai pulang sekolah. Saat pulang, aku tidak tega membiarkannya pulang sendirian, aku temani dia walau arah rumahnya berlawanan dengan rumah ku. Selama di perjalanan, Vira menatapku aneh dan aku merasa tidak nyaman ditatap seperti itu, “Vir kenapa, ada yang salah denganku?” aku memandang wajahnya yang sangat pucat, seperti baru lihat setan saja. “Sam, bilangin ke Dia untuk berhenti menganggu ku” dia menjawab sambil gemetaran dan dia langsung lari meninggalkanku “Vir! Vira, kamu mau kemana? Hei, Vira!” aku ingin mengejarnya tapi entah mengapa aku capek sekali, mungkin Vira langsung ke rumahnya kan. Aku berbalik dan pulang.

Malam ini malam Rabu kebetulan bulan purnama, jadi ayahku mengajakku ritual di halaman belakang dengan penerangan lilin, walau di halaman belakang juga ada banyak lampu. Ayah ku menggantungkan DC di pohon besar di dekat aku berdiri, dia menyuruhku duduk dan menyuruhku memakan daging kelinci mentah dan meminum darahnya. Kelinci ini tidak sembarangan, ayahku membeli atau mencari kelinci putih telinga hitam dan cokelat berekor hitam. Rasa darahnya agak lain, tidak seperti biasanya tapi aku diam saja, aku takut ayahku akan melakukan sesuatu yang aneh. Setelah ritual aku ingat dengan perkataan Vira tentang Dia yang berhenti mengganggunya, dan aku masih tidak mau membicarakan hal ini kepada ayah. Malamnya aku bermimpi seram, aku melihat Vira ada di tempat ritual ku dengan keadaan berlumuran darah, disampingnya ada sesosok wanita menatapku dengan tatapan dingin sambil membawa pisau di tangan nya dan tatapannya membuatku terbangun dengan keringat membanjiri tubuhku.

Ayahku mendapat telepon dari keluarga Vira kalau dia sakit dan tidak bisa mengikuti pelajaran, pada akhirnya aku berangkat sendirian ke sekolah. Pulangnya, aku memutuskan untuk menjenguk Vira, aku menuju kamarnya dan aku melihat kamarnya berantakan sekali, aku lihat Vira sedang duduk di pojokan sambil menatapku dengan raut wajah ketakutan, “Vira? Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa ibumu sudah membawa mu ke dokter?” aku mendekatinya dan ingin memeluknya, tapi dia menghindar sambil bergumam dengan kalimat yang aku tidak mengerti, saat aku memegang tangannya dia terkejut dan segera melepaskan tangannya dari ku dan berteriak dengan bahasa yang tidak aku mengerti, “Ga weg van degenen die dit, de duivel te geloven!” setelah itu dia pingsan dan aku hanya berdiri terdiam melihat semua yang telah terjadi, aku keluar kamar Vira dan melihat ibu Vira sedang ada di dapur, dia melihat ku keluar dari kamar Vira dan menghampiriku. “Ibu sempat mendengar Vira berteriak, ada apa Samantha?” aku terdiam cukup lama, aku sangat takut untuk menceritakan hal ini tapi pada akhirnya aku memulai membuka mulut “Apa Vira sudah dibawa ke dokter?” aku mengabaikan pertanyaan ibu Vira tadi. Ibu Vira menyuruhku duduk dan wajahnya sangat cemas, aku takut dia juga sudah melihat keadaan anaknya seperti apa yang kulihat tadi, “kemarin saat pulang sekolah, ibu melihat wajah Vira pucat sekali. Ibu tanyakan kenapa tetapi dia hanya diam dan dia pergi ke kamarnya, mengunci diri sampai sore. Dia menolak makan dan malamnya Ibu panggil teman ibu yang mana dia seorang dokter, dia memeriksa keadaan Vira dan dia bilang tidak menemukan penyakit apapun yang diderita Vira, tapi dia bilang pada Ibu untuk menyuruh Vira istirahat cukup. Saat tengah malam, ibu mendengar suara Vira berteriak, ibu bangun dan menuju kamarnya yang mana pintu nya terbuka setengah kemudian ibu melihat ke dalam dan menemukan Vira berdiri dan berteriak di depan cermin dan saat ibu memanggilnya Vira berteriak pada ibu dengan bahasa yang ibu tidak mengerti, yang ibu tahu Vira tidak pernah belajar bahasa asing selain inggris ” mendengar apa yang ibu Vira ceritakan, aku semakin merinding, aku berpamitan dengan ibu Vira dan pulang.

Malamnya, ayahku menanyakan kabar Vira. Aku agak ragu saat menceritakan semuanya, saat dia khir cerita aku memberanikan bertanya kepada ayahku tentang kejadian Vira menabrak sesaji waktu itu dan apa ada hubungannya dengan kondisi Vira sekarang. Ayahku sangat terkejut mengenai kejadian Vira yang menabrak sesaji, “Samantha, sesaji itu belum dibersihkan” kata ayahku. “apa? Maksud ayah apa yang belum dibersihkan? Biasanya sesaji itu tidak berpengaruh kan?” aku hampir tercekat saat ayah mengatakan belum dibersihkan. “Sam, sesaji itu bekas pengorbanan, dan darah dari korban itu belum ayah bersihkan karena masih dipakai, ayah lupa memberitahu mu lebih awal karena ayah sangat sibuk mengurus korban ritual” ayah terlihat menyesal karena kelalaiannya, aku terdiam dan berpikir, pasti arwah dari korban ritual itulah yang merasuki tubuh Vira, “ayah, apa korban ayah berbicara bahasa asing?” aku meyakinkan bukti-bukti yang telah kulihat, “ya, dia sejak kecil menggunakan bahasa Belanda dan inggris”. “Ayah! Kita harus cepat menolong Vira, arwah dari korban ritual ayah pasti telah merasuki tubuh Vira. Apa kita harus melakukan pengusiran setan?”. “Tidak Sam ini berbeda, ini arwah korban ritual. Ayah akan pakai cara lain, ini cukup berbahaya dan dapat melukai Vira, kamu harus tanyakan kepada ibu nya dan Vira terlebih dahulu sebelum kita melakukan ritual itu” kemudian ayahku menyuruhku pergi ke kamar untuk tidur.

Setelah pulang sekolah, aku pergi ke rumah Vira untuk meminta izin. Saat aku ingin membuka gerbang rumahnya, aku melihat ibu Vira sedang duduk dan berbincang dengan putrinya, ah apa Vira sudah sadar? Batinku. Aku segera menghampiri Vira, dan dia agak aneh saat melihatku tapi ibunya menyuruhku duduk. Aku jelaskan semua yang telah terjadi pada Vira terutama tentang Dia yang selalu Vira katakan, dan aku meminta maaf sebelum meminta izin untuk mengusir arwah jahat yang bersemayam di tubuh Vira. Ibu Vira agak ragu untuk menyetujui hal itu, tapi aku yakinkan bahwa Vira akan baik-baik saja, pada akhirnya ibu Vira setuju dan Vira langsung setuju saat aku mengajukan tentang pengusiran arwah ini, dia bilang padaku bahwa arwah ini sangat mengganggu dan menyakiti tubuhnya. Aku berkata pada mereka bahwa aku dan ayahku akan melakukan ritual pada hari Rabu, karena itu waktu kami melakukan segala ritual.

Hari yang di nanti tiba, aku dan ayahku datang ke rumah Vira pada waktu senja, karena waktu yang dibutuhkan cukup lama sampai jam 11 nanti, ayahku bilang kami harus menyelesaikan ritual sebelum jam 11 jika tidak nyawa Vira tidak tertolong. Ayah ku melakukan ritual di kamar Vira, sambil menyiapkan ritual nya aku mendekati Vira dan mencoba menghiburnya “Vira, kamu akan baik-baik saja, percaya padaku oke?” Vira menatapku dan tersenyum “makasih Sam, kamu sahabatku yang baik. Kamu tidak seperti teman-teman yang selalu menghina kepercayaan kamu, kita memang beda kepercayaan tapi aku tetap menghormatimu, Sam” aku terkesan dia ternyata menghormati apa yang aku anut selama ini, walau kelihatannya aku ini menganut Sekte yang sangat sesat, kulihat Vira selalu berdoa kepada Tuhannya sementara doaku sangat jauh dari kata Tuhan. Di sekolah aku memang selalu dihina karena Sekte ku, dan aku selalu melihat Vira dihasut oleh teman-temannya agar menjauhi ku, tetapi dia tetap saja tidak memperdulikan hal itu, malahan dia sering bertanya tentang apa saja benda-benda yang ada dirumahku.

Tak terasa sudah 2 jam aku terdiam di sebelah Vira sampai aku tidak mendengar ayahku memanggilku, “Samantha! Kau akan mengurangi waktu ritual kita jika kau terus berdiam diri disitu” ayah terus memanggil ku dan aku terkejut saat dia membunyikan lonceng kecil yang pertanda ritual akan dimulai, “ayah kenapa tidak memanggilku tadi” ayah hanya menatapku kesal, aku tersenyum pada nya sebagai permintaan maaf dan aku segera ke tempatku, aku mengambil darah dari burung gagak yang baru saja dibunuh ayah, dan aku mencipratkan kea rah Vira dengan jari-jari ku. Darah yang masih ada di jari-jariku ini aku buat tanda di lantai, tanda sekte ku dalam mode pertahanan. Ayahku memulai membaca mantra, saat mantra pertama hampir selesai, aku mendengar geraman dari mulut Vira, itu pasti arwahnya. Mata Vira menjadi putih dan wajahnya sangat menakutkan, ayah memberi ku perintah untuk melanjutkan ritual. Aku mengambil bunga-bunga yang sudah diberi pecahan kaca dan darah burung gagak tadi, aku berikan pada ayahku dan dia memantrainya. Dia melemparkan semua itu ke Vira, dan Vira mulai mengguman seperti saat aku bertemu dengannya waktu itu, berbicara dengan bahasa Belanda dan berteriak. Sebenarnya peranku di ritual ini tidak banyak, karena aku hanya membantu ayahku seperti melakukan hal-hal yang kecil seperti baru kulakukan tadi, karena aku masih belum kuat secara fisik dan kejiwaan untuk melakukan ritual dan aku tidak keberatan dengan hal itu. Aku pecah dari lamunanku karena mendengar ayah memanggil namaku dan aku melihat dia sudah tergeletak di dekat Vira. “Ayah!! Ayah kenapa? Apa yang terjadi? Maaf aku melamun lagi…” aku mengangkatnya sambil melihat keadaan Vira yang semakin memburuk, sekarang wajahnya penuh luka.

“Samantha… ayah tidak dapat menangangi masalah ini, dia teman mu dan ayah tidak mengerti keinginannya” aku melangkah perlahan menuju Vira dan mencoba menyentuhnya, walau geraman yang kudapat saat aku mendekatinya. Sangat sulit mendekatinya, dia terus saja mengancamku dengan geraman dan bahasa belanda yang kupikir itu berisi hinaan untukku. Setan,arwah,maupun iblis saat di usir mereka selalu menghina kepada yang akan mengusir mereka karena itu bertujuan agar kita terpancing kata-katanya dan itu yang membuat mereka semakin kuat dengan raga korban dan sulit untuk diusir. Aku mengambil buku mantra yang ayah jatuhkan di dekat Vira tadi, dan aku mulai membaca mantra lanjutannya. Vira berteriak padaku terus, dan aku terkejut saat dia berbalik menghadap ke tembok dan mencakar tembok itu dengan kukunya, tanpa sengaja aku menjatuhkan buku mantra dan aku ingin berbalik ke tempat ayah, tapi saat aku ingin berbalik ayahku melarangku, “Samantha, jangan mundur! Kamu hampir selesai, tetap baca mantra itu. Arwah itu sudah mulai goyah dan kita bisa menakluknya dengan cepat, hati-hati lah,Samantha ” mendengar perkataan ayahku, aku langsung mengambil buku mantra dan melanjutkan membaca.

Sudah cukup lama ku membaca mantra, dan aku tanpa sengaja melirik jam yang ada dinding, sudah jam setengah 11, Apa?? Tinggal setengah jam lagi, dan aku terus membaca sampai tidak sadar sudah di mantra terakhir. Aku mendengar teriakan keras dari Vira dan setelah itu dia pingsan, arwah itu sudah keluar. Aku menghampiri ayah dan memberikan buku mantra padanya, “Sam, kita belum selesai. Kita harus bawa dia ke tempat ritual kita” aku meminta izin pada ibu Vira yang sejak tadi menunggu diluar karena terlalu takut melihat untuk membawa Vira ke tempat ritualku, dia mengijinkan dan kami langsung ke tempat ritual. Saat ayah mengurus Vira, aku menyiapkan ritual kedua kami. Ayah memulai ritual dan mengeluarkan foto arwah yang mengganggu Vira, foto itu dibakar di atas lilin yang di beri darah gagak. Aku melihat Vira kejang-kejang dan setelah itu dia diam. “ayah, apa yan terjadi padanya? Bukankah arwah itu sudah keluar dari tubuhnya?” aku mendekati ayahku dan memeluknya karena takut. “Samantha, arwah itu memang sudah keluar, tetapi kita terlambat. Lihatlah.. ” ayah memperlihatkan jam tangannya, pukul 11 lewat 15 menit. Aku tidak bisa menyelamatkan Vira, aku menangis sambil memeluknya, tidak ada manusia sebaik dia, dia tidak masalah dengan apa yang kuanut dan dia tidak merasa terganggu dengan barang-barang aneh dirumahku saat dia berkunjung, dia sering diam-diam mengikuti sekte ku seperti memakan bunga, aku pernah menangkap basah dia sedang makan bunga mawar dan aku berkata padanya untuk tidak melakukan hal itu, karena aku tidak mau dia jadi ikut-ikutan. Aku merasa sesat berada di Sekte ini, tetapi itu Sekte orang tua ku dan aku harus mengikuti nya.

Pagi itu kami mngunjungi makan Vira, ibu Vira menangis sambil memeluk batu nisannya. Makam Vira disebelahkan dengan makam ayahnya. Ibu Vira tidak menuntut kami karena kami sudah berusaha menyelamatkan nyawanya. Dalam beberapa hari kami sering mengunjungi rumah Vira untuk menemani Ibu Vira, kadang aku menginap dirumahnya saat Ibu Vira ingin aku menemaninya. Beberapa bulan kemudian, aku mendapat kabar bahwa Ibu Vira meninggal karena sakit parah. Aku dan ayah mengunjungi makamnya dan tak lupa aku memberi bunga pada sahabatku dan ayahnya. Kami terdiam untuk beberapa saat, kemudian aku mulai berbicara “ayah, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” ayahku berpikir sejenak dan kemudian tersenyum, “seperti biasa, kemas barang-barangmu dan kita pindah, Sam. Para korban menunggu untuk kita” ayah tertawa keras dan aku juga ikut tertawa.

Yah… Sekte kami memang sesat, jauh dari kata Tuhan. Dan itulah yang kami banggakan
Kami Sekte Misplaatst, memuja iblis sesat.
Aku Samantha, penerus Sekte sesat kami dan mengorbankan lebih banyak jiwa.


-END-

Senin, 30 November 2015

Lime And Blood

Lime And Blood
©2015 Nadia Idzni



PART I

A
nnatashia Varvara, nama itu tertulis disebelah namaku, ya nama ku Castella Eta, aku baru masuk ke SMA yang cukup terkenal di kotaku. Bangku tempat duduk disekolah ini diatur dan diacak oleh guru, jadi kami tidak bisa complaint dengan keputusan guru. Annatshia menurutku nama yang cukup unik. Yang kutahu adalah Anasthasia bukan Annatashia. Yang memberi nama pasti dia orang yang cenderung antimainstream, disekolah ini tidak ada murid baru yang berasal dari SMP ku dulu, karena SMP ku sangat tidak terkenal. Aku bisa masuk di sini karena aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan kesekolah favorit, sangat beruntung kau tahu? Mungkin aku harus beradaptasi dengan murid-murid disini, mereka pasti orang-orang pintar dan cerdas, karena aku melihat asal sekolah mereka di kertas absen yang tertempel di tembok kelasku tadi. Aku melangkah ke tempat dudukku dan meletakkan tas di kursi, aku rasa Annatshia belum datang, padahal murid-murid sudah menempati tempat duduk mereka. Aku melihat jam tanganku, 10 menit lagi pelajaran pertama dimulai. Mungkin dia akan datang sebentar lagi, batin ku. Selama aku menunggu, aku memikirkan seperti apa Annatshia itu, mungkin dia cantik,pintar,dan berprestasi. Sangat di kagumi teman-temannya atau banyak pria yang mendekati nya, ahahaha…
Lamunanku pecah saat ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang, aku menoleh dan melihat perempuan dan dia tersenyum denganku, apakah dia Annatshia? “kamu lagi mikirin apa? Ah ya, nama aku Elvira Nurarefa aku dari SMP Mother Elessa, kamu? ” rasa senangku agak mencair sebab dia bukan wanita yang kunantikan, “wow, SMP Mother Elessa, sekolah itu sangat terkenal kan, aku Castella Eta dari SMP RoseWood, mungkin kau tak mengetahuinya kan? Sekolahan itu sangat jauh dari kota” aku tersenyum saat menerima salam jabat tangannya. “SMP RoseWood? Oh, adikku bersekolah disana”. “apa? Kenapa adikmu tidak bersekolah di SMP Mother Elessa atau SMP favorit lainnya?” tanyaku, aku sedikit tidak percaya kenapa adik dari kakak yang bersekolah di sekolah favorit yang megah malah memilih sekolah terpencil yang sangat murah. “adikku memang punya selera yang aneh, dia tidak mau bersekolah di sekolahan megah, katanya itu tidak membuatnya mudah berkonsentrasi, katanya RoseWood punya kebun bunga dan pohon pinus kan? Adikku sangat suka”, aku tertawa kecil “ah iya, cukup rindang memang, dan kau tahu…” belum aku menyelesaikan kalimat ku aku mendengar seseorang memanggil Elvira yang membuat ia menoleh “sayang…” suara lelaki, dia sangat tinggi dan bertubuh atletlik, aku rasa dia berasl dari SMP Sport Language , sekolah khusus atletik. “ah Erik,kenapa?” Elvira menjawab sambil mengelus rambut pria itu, “kangen berat aku sama kamu rik” Elvira sangat senang akan kehadirannya. “ah ya Castella, perkenalkan ini pacarku Taras Erik, dia dari SMP Sport Language” pria itu tersenyum padaku dan menjabat tangan persahabatan, sudah kuduga dia dari sekolah itu, batinku
Bel jam pertama berbunyi, mereka berdua kembali ke tempat duduk mereka sambil melambai kecil padaku, ah teman baru, kuharap Annatashia mirip mereka berdua. Pikiran ku kembali gelisah melihat kursi sebelahku masih kosong, masa udah jam segini dia belum datang, aku menghela nafas, mungkin dia sedang berhalangan jadi tidak bisa datang.
Aku melihat guru yang akan mengajar di pelajaran pertama, dia guru Matematika, guru yang sekaligus menjadi wali kelasku. Dia tidak memberi materi pelajaran, tetapi memperkenalkan murid satu persatu agar lebih akrab satu sama lain, aku teringat Anna belum datang, aku bertanya pada guruku kenapa Anna belum datang, guruku bilang bahwa dia sedang sakit jadi tidak bisa datang, pantas saja batinku. Aku mengenal beberapa orang yang langsung jadi temanku seperti Elvira,Taras,Nikolai, Raisa dan Sofia. Mereka dari sekolahan terkenal tetapi tidak sesombong yang kukira, biasanya kan orang dari sekolah terkenal cenderung sombong, tapi mereka sebaliknya, malah mereka bercerita banyak hal mengenai dirinya, sekolah dulunya, saat MOS sambil menambah beberapa lelucon yang membuatku tertawa. Ternyata mereka menyukai film kartun dan permainan anak kecil yang bahkan itu bukan sifat atau hobi untuk orang yang bersekolah di sekolah megah.
Waktu berlalu sangat cepat sehingga jam pulang pun berdering, aku pulang bersama Nikolai yang rumahnya cukup dekat dengan rumahku, dia adalah orang penuh lelucon, walau dia juara olimpiade sains di SMP nya dulu. Dia cenderung kelihatan seperti orang konyol, memperlihatkan wajah-wajah lucu yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal, dia bahkan bisa menirukan suara orang,hewan yang pastinya suara itu dibuat sangat lucu. Di pertigaan kami harus berpisah, dia melambai padaku dan aku membalas lambaiannya. Aku meneruskan langkah ku pulang ke rumah. Malam hari seperti biasanya, orang tua ku berkumpul di ruang keluarga sambil bertanya kegiatan ku di hari pertama sekolah, aku menceritakan semua nya sampai mereka tertawa juga karena cerita teman-temanku.
Hari kedua aku berangkat penuh semangat, karena aku ingin bertemu teman-temanku lagi, aku bertemu Nikolai di ujung pertigaan, dia menyapaku sambil memakan rotinya, ini masih pagi kan kenapa dia makan sambil jalan “aku suka saja kok” jawabnya singkat. Aku hanya menggeleng dan melanjutkan perjalanan ku ke sekolah, rasa senang itu seketika hilang, begitu aku memasuki kelas ku dan melihat ada wanita yang menempati tempat duduk sebelah ku yang kosong kemarin, dia Annatashia? Mata kiri nya ditutup dengan penutup mata, poni rambutnya menutup sisi kiri wajahnya, jadi dia terlihat seperti tidak memakai eyepatch. Dia sedang membaca sesuatu yang kelihatannya serius sekali sampai kehadiranku pun tidak dipedulikannya, Nikolai melihat Anna dan tersenyum “hai Annatashia, kau kemarin tidak datang, katanya kau sakit. Namaku Nikolai” Nikolai mengulurkan tangan kearah Anna, tetapi Anna masih sibuk membaca, “Anna? Nikolai memanggilmu” aku berkata padanya sambil menepuk pundaknya. Dia berhenti membaca dan menoleh kearah Nikolai dan menyambut uluran tangan dengan wajah dingin. Nikolai pergi ke tempat duduknya dan tidak ingin berbicara lebih banyak dengan Anna, aku duduk dan melihat apa yang membuatnya seserius itu sampai orang yang berbicara dengannya tidak digubris sedikitpun. Aku melihat ada beberapa foto hitam-putih, foto berwarna dengan kualitas yang masih sederhana, dan beberapa foto terbaru. Dari setiap foto terdapat tahun foto itu diambil, aku perhatikan foto-foto itu, aku tercengang, sebab foto-foto itu adalah foto kecelakaan, mayat kecelakaan dan beberapa penampakan yang tidak jelas. “Anna, kenapa kau melihat foto-foto seperti itu” Tanya ku dengan nada sedikit ketakutan gara-gara aku membenci darah. Anna cuek kepadaku seperti Nikolai tadi, aku hanya diam dan melihat kembali foto-foto yang dilihat oleh Anna.
Aku tak menyangka ternyata Annatashia Varvara seperti ini…
Misterius,dingin dan cuek

~Bersambung…~


“Kira-kira Annatashia itu seperti apa ya orangnya, pasti dia sangat populer dan cerdas”
-Castella


Selasa, 03 November 2015

"DARAH SHOWER"

Untuk Kembaranku, Olivia Riana...


Malam itu aku kebagian shift sampai shubuh, biasa nya rumah sakit kalau udah malam yang jaga pasti dikit, apalagi rumah sakit jiwa
Aku sudah di RSJ ini sejak 2 tahun lalu, aku menangani spesialis penyakit kepribadian dan kebanyakan aku selalu shift pagi, jadi saat aku di panggil untuk mengambil shift malam untuk beberapa waktu, aku nyaris mencubit diriku berkali-kali. Kuharap ini hanya mimpi,batinku
Aku yang bosan menonton TV di kantor dokter yang harusnya shift malam diganti olehku, aku mulai menguap beberapa kali yang menandakan bahwa aku bukan manusia-manusia malam. Kulihat jam di dinding baru jam 11 malam, aku kembali mengecek keadaan pasien satu per satu. Mereka semua tidur, pikirku. Setelah itu aku menjatuhkan kepalaku di meja,keras sekali mejanya,batinku. Untung ada bantal kecil yang tak jauh dari meja, aku ambil bantal itu dan tidur.
Aku terbangun dengan keadaan kaget, sepertinya ada suara gaduh dari ujung lorong,pikirku. Aku ingin periksa tapi mata ku masih mengantuk. Mungkin itu pegawai rumah sakit yang suka ngepel lorong di malam hari, entah mengapa tapi lorong rumah sakit sering kotor saat malam. Katanya, kalau sore pasien-pasien yang ditaman sering main tanah sampai kaki mereka ngotorin lantai. Mereka sering main sampai jam 7an karena tamannya cukup banyak lampu penerangan.
Untuk kedua kalinya aku terbangun lagi, tapi bukan suara gaduh yang bikin kaget. Melainkan suara seperti bolham lampu pecah, aku dengan keadaan mengantuk berat bangun dari tempat, dan melihat jam, sudah jam 1 pagi  dan saat tepat aku memegang pegangan pintu, “PAT!” lampu mati seketika, aku menjauh dari pintu dan meraba-raba objek yang dekat dengan pintu, aku ingat ada senter di dekat pintu. Aku segera menghidupkan senter dan melihat kesekitar, aku membuka pintu dan keluar. Sepanjang lorong gelap sekali, seolah hanya di tempat aku berdiri adalah cahaya terakhir di ruma sakit ini. Aku ingin memanggil para pegawai, tapi sepertinya mereka masih diluar, beberapa pegawai keluar kebanyakan adalah cowok pengangguran yang udah ga ada harapan di terima di lapangan kerja kecil-kecil, tapi mereka kuat kalau narik para pasien yang bandel disuruh minum obat. Gaji mereka sih emang ga terlalu banyak, tapi mereka nerima-nerima aja kayanya, dan kalau tengah malam gini mereka suka keluar buat ngopi atau ngerokok.
Daripada nunggu ga jelas, aku memutuskan untuk ke ruang cctv, biasanya juga ada beberapa pegawai disana. Walau phobia gelap ku udah hilang cukup lama, tapi manusia tetep manusia kan. Yang namanya gelap mesti ada rasa merinding gimana gitu, aku berjalan sampai ujung lorong, syukur ga ada yang ngejer, batinku. Saat aku ingin melangkah ke ruang cctv, kebetulan ruang mandi pasien dekat dengan ruang cctv, saat melewati kamar mandi itu, aku mendengar suara shower atau pancuran tengah dinyalakan, masa ada yang mandi gelap-gelap begini. Aku sebernarnya udah ngerasa ga enak, tapi hati ini menyuruhku untuk melangkah mencari tahu siapa yang menghidupkan shower itu, aku masuk ke kamar mandi, jantungku berdegup kencang luar biasa. Kuberanikan diri ku melangkah menuju sumber suara, dengan pikiran ga jelas bikin pusing, aku menyenteri shower itu, saat aku lihat shower itu nihil, taka da siapapun yang memakai shower itu. Aku menghela nafas lega saat mengetahui tak ada siapapun yang memakai shower ini. Aku mematikan shower itu dan ingin berbalik keluar menuju ruang cctv.
Saat aku berbalik dan melangkah beberapa langkah, aku mendengar sebuah suara yang sangat jelas di telinga ku, suara yanga nyaris aku ingin melupakannya. Suara serak gadis itu, masih menghantuiku. “Aku….benar-benar…merin..dukan..mu.. aku…aku masih ingat….kau…kau.. memperlakukan..ku.. seperti ini…” aku membalikkan badanku dan lampu senterku langsung jatuh, aku rasa senter itu retak, karena aku melihat retakannya di banyangan senter itu. Senter itu menyinari kaki gadis itu. Dia tertawa kecil dan mengambil senter itu perlahan, aku melihat samar-samar darah mengalir di tangannya dan menetes ke lantai. Setelah dia mengambil senter itu, dia mematikannya. Aku sama sekali tidak bias lihat apapun, tetapi aku masih bisa merasakan gadis itu masih berdiri di depanku.
Dia meraih tanganku dan menyalakan senter itu tepat diwajahnya, aku nyaris sulit mengenalnya lagi. Karena dia sudah berbeda,
Seluruh wajahnya berlumuran darah…

-TAMAT-